Peningkatan Kapasitas Tenaga Kesehatan dalam Tata Laksana Kasus Tuberkulosis Resisten Obat TB RO
Penanggulangan penyakit tuberkulosis adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat tuberkulosis.
Tantangan dalam pengendalian TBC di lndonesia, salah satunya adalah meningkatnya ancaman resistensi (kekebalan) terhadap obat TBC, karena semakin banyaknya pasien TB Resisten Obat (TBC RO) yang dilaporkan, sehingga perlu dilakukan upaya penemuan dan pengobatan terhadap pasien TBC RO sesegara mungkin sehingga dapat mengurangi angka kematian dan penyebaran TBC di masyarakat.
Target program penanggulangan TBC Nasional yaitu eliminasi pada tahun 2035 dan Indonesia bebas TBC tahun 2050. Eliminasi TBC adalah tercapainya cakupan kasus TBC 1 per 1 juta penduduk. Salah satu prioritas global dalam pengendalian Tuberkulosis adalah mampu mendeteksi kasus TBC secara dini, termasuk kasus BTA negatif yang sering terkait dengan HIV serta meningkatkan kapasitas laboratorium untuk mendiagnosis TB RO. Program Nasional Pengendalian TBC telah melakukan beberapa terobosan untuk mengatasi permasalahan TBC, salah satunya dalam bidang laboratorium melalui penggunaan alat diagnosis cepat yaitu GeneXpert. Alat ini digunakan untuk pemeriksaan TBC dengan metode tes cepat berbasis biomolekuler (Tes Cepat Molekuler/TCM).
Pada Pertemuan Peningkatan Kapasitas Tenaga Kesehatan dalam Tata Laksana Kasus Tuberkulosis Resisten Obat (TB RO) di Dinas Kesehatan Kabupaten Demak, disampaikan bahwa pencapaian eliminasi TB memerlukan komitmen kuat dari segenap jajaran Pemerintah, dukungan seluruh lapisan masyarakat, serta didukung dengan ketersediaan sumber daya, sarana dan prasarana yang cukup. Dalam mempercepat penemuan kasus TB dilakukan dengan strategi penemuan kasus secara pasif intensif di fasilitas kesehatan dengan jejaring layanan TB, dan secara aktif atau masif berbasis keluarga dan masyarakat, melalui investigasi kontak pada paling sedikit 10-15 orang kontak erat dengan pasien TB, penemuan di tempat khusus, seperti Lapas/Rutan, tempat kerja, asrama, pondok pesantren, sekolah, dan panti jompo. Selasa (07/08/2019).