Surveilans Kepadatan Tikus dan Deteksi Leptospirosis di Kabupaten Demak
Selasa (01/09), Dinas Kesehatan Kabupaten Demak melalui Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular bekerjasama dengan Puskesmas Bonang I melakukan Kegiatan Pertemuan Surveilans Kepadatan Tikus dan Deteksi Leptospirosis di Kabupaten Demak. Kegiatan tersebut dilakukan di Ruang Pertemuan Puskesmas Bonang I dan dihadiri oleh lintas sektor di wilayah kerja Puskesmas Bonang I.
Surveilans leptospirosis diperlukan sumber informasi epidemiologi tentang leptospirosis pada manusia dan hewan mengenai identifikasi kasus berdasarkan kriteria klinis yang dikonfirmasi dengan laboratorium, informasi data berdasarkan kasus yang dilaporkan, membandingkan informasi dari 2 sumber dan survei serologi untuk mengetahui prevalensi antibodi untuk mengetahui endemisitas dan parameter epidemik. Insiden dan prevalensi yang terjadi secara serentak pada hewan lokal dapat diduga merupakan sumber leptospirosis pada manusia (Depkes RI, 2008).
Penyakit leptospirosis dikenal juga dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever (shlamn fieber), swam fever autumnal fever, infectious jaundice, field fever, cane cutter. Berdasarkan cara transmisinya, leptospirosis merupakan host to host transmission, karena penularannya hanya memerlukan satu vertebrata saja. Penyebab leptospirosis adalah bakteri dari genus Leptospira yang berbentuk spiral, bertekstur lentur dan merupakan bakteri gram negatif. Leptospirosis dilihat dari aspek penyebabnya adalah suatu bakterial zoonosis. Bakteri ini termasuk dalam Ordo Spirochaetales, Famili Trepanometaceae. Diameter bakteri sebesar 0,05 µm – 0,1 µm, panjang 1 µm -15 µm dan lebar 0,1 µm – 02 µm. Salah satu ujung organisme sering membengkak dan membentuk kait Bentuk yang demikian menyebabkan leptospira dapat bergerak sangat aktif untuk maju, mundur, atau berbelok Leptospira memiliki flagela dan hidup dalam kondisi oksigen bebas. Flagela yang dimiliki oleh Leptospira ini bersifat periplasmik sehingga memungkinkannya menembus jaringan. Leptospira bersifat aerob dengan temperatur pertumbuhan optimum antara 280C – 300C dengan keasaman pH 7,2 – 7,6.
Leptospirosis disebut pula sebagai “Weil’s Disease”, sesuai penemu pertama bakteri ini yaitu Adolf Weil di Heidelberg tahun 1870. Penelitian leptospirosis Adolf Weil melaporkan adanya penyakit tersebut pada manusia dengan gambaran klinis, demam pembesaran hati dan limpa, ikterus dan ada tanda-tanda kerusakan pada ginjal. Penyakit ini bisa berkembang di alam di antara hewan baik liar maupun domestik dan manusia merupakan infeksi terminal. Leptospirosis termasuk golongan anthropozoonoses, karena manusia merupakan “dead end” infeksi. Penyakit ini pada manusia beragam, mulai sub klinis, dengan gejala akut sampai yang mematikan. Gejala klinisnya sangat beragam dan nonspesifik. Gejala yang umum dijumpai antara lain demam, sakit kepala, mual-mual, nyeri otot, muntah. Kadang-kadang dijurnpai konjungtivitis, ikterus, anemia dan gagal ginjal. Sementara kelompok yang berisiko adalah petani atau pekerja di sawah, perkebunan tebu, tambang, rumah potong hewan, perawat hewan, dokter hewan atau orang-orang yang berhubungan dengan perairan, lumpur dan hewan baik hewan peliharaan ataupun satwa liar.
Leptospira di dalam tubuh hewan seperti tikus, dapat bertahan selama hewan tersebut hidup tanpa menyebabkan sakit. Leplospira akan dikeluarkan melalui urin dan mencemari Iingkungan. Leptospirosis biasanya meningkat pada saat curah hujan yang tinggi. Leptospira tinggal di dalam ginjal dan diekskresikan melalui urin. Leptospirosis lebih banyak terjadi pada negara beriklim hangat dibandingkan dengan negara yang beriklim sedang, karena Leptospira hidup lebih lama dalam lingkungan yang hangat dan kondisi lembab. Kebanyakan negara-negara tropis merupakan negara berkembang dimana terdapat kesempatan lebih besar pada manusia untuk terpapar dengan hewan yang terinfeksi karena tidak terbatas pada pekerjaan tetapi lebih sering disebabkan oleh kontaminasi yang tersebar luas di Iingkungan. Lingkungan yang terkontaminasi oleh urin hewan yang terinfeksi Leptospira merupakan titik sentral epidemiologi leptospirosis. Kejadian leptospirosis dapat meningkat pada saat curah hujan yang tinggi dan lingkungan yang banyak genangan air.